Mikro & Makro



Bab 3 Konsep Elastisitas

MAKIN meluasnya penggunaan matematika dalam ilmu ekonomi telah memungkinkan para ekonom memuaskan rasa ingin tahu tentang hubungan sebab-akibat, aksi-reaksi antara satu variabel dengan variabel lain. Berapa persen satu variabel akan berubah, bila satu variabel lain berubah sebesar satu persen? Analisis ini disebut analisis sensitivitas atau elastisitas. Angka elastisitas (koefisien elastisitas) adalah bilangan yang menunjukkan berapa persen satu variabel tak bebas akan berubah, sebagai reaksi karena satu variabel lain (variabel bebas) berubah satu persen.

1. Elastisitas Permintaan                                                                       
Elastisitas permintaan mengukur perubahan relatif dalam jumlah unit barang yang dibeli sebagai akibat perubahan salah satu faktor yang memengaruhinya (ceteris paribus). Di Bab 2 telah dibahas bahwa setidaknya ada tiga faktor penting yang memengaruhi permintaan terhadap suatu barang, yaitu harga barang itu sendiri, harga barang lain, dan pendapatan.
Elastisitas yang dikaitkan dengan harga barang itu sendiri disebut elastisitas harga (price elasticity of demand). Sedangkan elastisitas yang dikaitkan dengan harga barang lain disebut elastisitas silang (cross elasticity), dan bila dikaitkan dengan pendapatan disebut elastisitas pendapatan (income elasticity).

a. Elastisitas Harga (Price Elasticity of Demand)
        Elastisitas harga (Ep) mengukur berapa persen permintaan terhadap Suatu barang berubah bila harganya berubah sebesar satu persen.
        Ep = Persentase perubahan jumlah barang yang diminta
                                 Persentase perubahan harga
Angka elastisitas harga bernilai negatif. Ep = 2 mempunyai arti bila harga barang naik 1%, permintaan terhadap barang itu turun 2%, ceteris paribus. Begitu juga sebaliknya. Semakin besar nilai negatifnya, semakin elastis permintaannya, sebab perubahan permintaan jauh lebih besar dibanding perubahan harga. Angka Ep dapat disebut dalam nilai absolut. Ep = 2, artinya sama dengan Ep=-2.

1) Angka Elastisitas Harga (Ep)

a) Inelastis (Ep < 1)
Perubahan permintaan (dalam persentase) lebih kecil daripada perubahan harga. Kalau harga naik 10% menyebabkan permintaan barang turun sebesar, misalnya, 6%. Permintaan barang kebutuhan pokok umumnya inelastis. Misalnya perubahan harga beras di Indonesia, tidak berpengaruh besar terhadap perubahan permintaan terhadap beras.
b) Elastis (Ep > 1)
Permintaan terhadap suatu barang dikatakan elastis bila perubahan harga suatu barang menyebabkan perubahan permintaan yang besar. Misalnya, bila harga turun 10% menyebabkan permintaan barang naik 20%. Karena itu nilai Ep lebih besar dari satu. Barang mewah seperti mobil umumnya permintaannya elastis.
c) Elastis unitari (Ep= 1)
     Jika harga naik 10%, permintaan barang turun 10% juga.
d) Inelastis sempurna (Ep = 0)
Berapa pun harga suatu barang, orang akan tetap membeli jumlah yang di­butuhkan. Contohnya adalah permintaan garam.
e) Elastis tak terhingga (Ep = 00)
     Perubahan harga sedikit saja menyebabkan perubahan permintaan tak ter­bilang besarnya.
   
2. Elaslisitas Penawaran                                                                           
Elastisitas penawaran (Es) dapat didefinisikan dengan analogi logika yang sama dengan elastisitas permintaan. Elastisitas penawaran adalah angka yang menunjukkan berapa persen jumlah barang yang ditawarkan berubah, bila harga barang berubah satu persen. Elastisitas penawaran juga dapat dikaitkan dengan faktor-faktor atau variabel-variabel lain yang dianggap memengaruhinya, seperti tingkat bunga, tingkat upah, harga bahan baku dan harga bahan antara lainnya. 
Es = Persentase perubahan jumlah barang yang ditawarkan
                       Persentase perubahan harga



Faktor-faktor yang Menentukan Elastisitas Penawaran

a. Jenis produk. Kurva penawaran produk pertanian umumnya inelastis, sebab produsen tidak mampu memberikan respons yang cepat terhadap perubahan harga. Jika harga beras naik 10%, petani harus menanam dahulu dan baru 3-4 bulan kemudian dapat memanen hasil. Sementara kurva penawaran produk industri umumnya elastis, sebab mampu berespons cepat terhadap perubahan harga. Bila harga tekstil meningkat, pabrik tekstil akan memperpanjang jam kerja mesin, menambah pekerja harian atau memberikan kesempatan lembur.
b. Sifat perubahan biaya produksi. Selain tergantung pada jenis produknya, elastisitas penawaran dipengaruhi juga oleh sifat perubahan biaya produksi. Penawaran akan bersifat inelastis bila kenaikan penawaran hanya dapat dilakukan dengan mengeluarkan biaya yang sangat tinggi. Bila penawaran dapat ditambah dengan pengeluaran biaya tambahan yang tidak terlalu besar, penawaran akan bersifat elastis. Apakah biaya produksi akan meningkat dengan cepat atau lambat apabila produksi ditambah, tergantung pada beberapa faktor, antara lain:

1) Tingkat penggunaan kapasitas perusahaan. Apabila kapasitasnya telah mencapai tingkat  yang tinggi, investasi baru harus dilakukan untuk menambah produksi. Dalam keadaan ini kurva penawaran akan menjadi inelastis
2) Kemudahan memperoleh faktor-faktor produksi. Penawaran akan menjadi inelastis apabila faktor-faktor produksi yang diperlukan untuk  menaikkan produksi sulit diperoleh.
c.Jangka waktu. Jangka waktu juga dapat memengaruhi besarnya elastisitas penawaran, yang akan diuraikan dalam subbab mengenai Elastisitas Jangka Pendek dan Jangka Panjang berikut ini.
­

3. Elastisitas Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Jika kita bertanya berapa banyak permintaan atau penawaran berubah karena perubahan harga, yang harus diperjelas adalah dimensi waktu perubahannya, Jika dimensi waktunya satu tahun atau kurang, kita berbicara tentang elastisitas jangka pendek. Bila lebih dari satu tahun, kita berbicara elastisitas jangka panjang.      

a. Elastisitas Permintaan
1) Elastisitas Harga
Untuk barang-barang yang habis dipakai dalam waktu kurang dari setahun (barang tidak tahan lama atau non durable goods), elastisitas harga lebih besar dalam jangka panjang dibanding dalam jangka pendek. Ada dua penyebab.
Pertama, konsumen membutuhkan waktu untuk mengubah kebiasaan mereka. Bila harga kopi naik,konsumen yang biasa minum kopi banyak (lebih dari tiga gelas per hari), sulit mengubah kebiasaan itu dalam jangka pendek, Akibatnya permintaan kopi dalam jangka pendek mengalami penurunan yang relatif sedikit dibanding dalam jangka panjang,
Kedua, kadang-kadang permintaan terhadap suatu barang berkaitan dengan barang lain, yang pembahannya baru terlihat dalam jangka panjang. Misalnya, bila harga BBM naik, maka konsumen segera melakukan penyesuaian dengan mengurangi jam pemakaian kendaraan, sehingga dalam jangka pendek elastisitas harga lebih besar. Tetapi konsumen tidak dapat mengubah jumlah stock kendaraannya, atau segera menggantikan kendaraannya dengan model yang lebih efisien dalam penggunaan bahan bakar Dalam dua atau tiga tahun kemudian, denganmobil yang lebih efisien, penurunan  penggunaan BBM akan lebih besar. Sehingga elastisitas harga jangka panjang lebih besar daripada jangka pendek.
         
Sebaliknya untuk barang yang masa konsumsinya lebih dari setahun tahan lama atau durable goods), permintaannya lebih elastis dalam jangka pendek dibandingkan jangka panjang. Jika harga mobil naik 10%, dalam jangka pendek permintaan terhadap mobil dapat saja turun  sekitar 15%. Tetapi dalam jangka panjang, karena banyak mobil yang harus diganti (replaced), pembelian akan naik lagi, sehingga penurunan permintaan dalam jangka panjang kurang dan 10 %

2) Elastisitas Pendapatan
Elastisitas pendapatan dalamjangka panjang bagi  barang nondurabel lebih besar dibanding jangka pendek. Jika pendapatan meningkat 20%. Masyarakat yang tadinya hanya mampu makan gaplek, sekarang sebenarnya mampu membeli beras, Namun karena sudah terbiasa makan gaplek, mereka tidak segera mengganti konsumsinya ke beras, (Gaplek adalah bahan  makanan yang berasal dari singkong dikeringkan, dapat dibuat makanan yang dinamakan tiwul sebagai pengganti nasi)
            Sebaliknya barang durabel, elastisitas pendapatan dalam jangka pendek lebih besar pada jangka panjang. Jika pendapatan naik 25%, perubahan permintaan terhadap mobil dalam jangka pendek dapat mencapai misalnya 30%, tetapi dalam jangka panjang lebih kecil, karena seseorang tidak membeli mobil setiap tahun.

b. Elastisitas Penawaran
Hampir semua barang memiliki penawaran yang lebih elastis dalam jangka panjang, dibanding dalam jangka pendek. Sebab dalam jangka panjang perusahaan mampu mengatasi kendala-kendala yang muncul dalam jangka pendek. Misalnya, perusahaan mobil tidak mungkin membangun pabrik baru dalam waktu kurang dari satu tahun, tetapi mungkin dalam waktu tiga atau empat tahun. Dengan demikian kurva penawaran akan mobil dalam jangka panjang lebih elastis dibanding dalam jangka pendek.
Untuk beberapa barang, penawaran dalam jangka pendeknya inelastis sempurna (Es = 0). Output sektor properti adalah salah satu contohnya. Bila di Jakarta ada 5.000 unit apartemen yang siap sewa, maka jumlah permintaan yang terpenuhi maksimal 5.000 unit. Misalnya dalam tiga bulan ke depan ada lonjakan permintaan sebesar 10.000 unit, maka kelebihan permintaan itu tidak terespon oleh sisi penawaran. Sebab tidak mungkin membangun apartemen baru sebanyak 5.000 unit dalam tempo kurang dari tiga bulan.
Tetapi ada juga barang yang penawarannya justru lebih elastis dalam jangka pendek, dibanding dalam jangka panjang. Barang itu umumnya yang dapat didaur ulang (recycling). Misalnya logam besi untuk kebutuhan industri dapat  diperoleh dari hasil primer pertambangan (primary metal) dan atau hasil daur ulang.

Primary metal mempunyai elastisitas penawaran dalam jangka panjang yang lebih besar dibanding dalam jangka pendek, baik karena kemajuan teknologi maupun cukupnya waktu untuk meningkatkan kapasitas produksi. Sebaliknya dengan besi hasil daur ulang. Karena dapat terus didaur ulang, maka kurva penawaran dalam jangka panjangnya lebih inelastis dibanding dalam jangka pendek

4. Aplikasi Konsep Elastisitas                                                               
       Sebagai bilangan yang menunjukkan tingkat sensitivitas suatu barang dikaitkan dengan variabel-variabel yang memengaruhinya, maka aplikasinya sangat luas, khususnya dalam kebijaksanaan penentuan harga. Dalam bagian ini, hanya dibahas dua contoh saja.

a. Hubungan Elastisitas Harga, Penerimaan Total, dan     Pendapatan Marjinal
Jika harga jual barang naik, dua kemungkinan ekstrem reaksi para rnanajer. Kemungkinan pertama mereka panik, mengira kenaikan harga menurunkan permintaan sehingga penerimaan turun. Kemungkinan kedua mereka bergembira, mengira kenaikan harga akan menyebabkan penerimaan meningkat. Sikap mana yang benar, sangat ditentukan oleh angka elastisitas harga. Untuk barang yang permintaannya inelastis, kenaikan harga 10 % akan menyebabkan penurunan permintaan lebih kecil daripada 10%, sehingga penerunaan total atau total revenue (TR) meningkat. Atau dapat dikatakan untuk barang yang permintaannya inelastis, pendapatan marjinal atau

b. Pergeseran Beban Pajak (Tax Incidence)
Jika pemerintah memutuskan mengenakan pajak untuk barang mie instant, pengenaan pajak dibebankan kepada produsen. Siapakah yang diuntungkan? Sepintas tampaknya yang diuntungkan adalah konsumen, karena beban pajak ditanggung oleh produsen. Apakah benar demikian?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita harus memerhatikan sisi permintaan dan penawaran. Di sisi penawaran, sebagai produk industri, elastisitasnya relatif besar. Sementara di sisi permintaan, sebagai alternatif utama dari nasi, permintaannya relatif inelastis. Maka distribusi beban pajak antara konsumen dan produsen adalah sebagai berikut.
Kondisinya akan terbalik bila yang inelastis adalah kurva penawaran, sementara kurva permintaannya elastis. Bandingkan contoh di atas dengan contoh berikut.
Anjloknya nilai mata uang rupiah terhadap mata uang asing telah menmgkatkan permintaan negara lain terhadap hasil kerajinan tangan Indonesia. Pemerintah ingin memanfaatkan keadaan itu untuk meningkatkan penerimaan pajak, dengan mengenakan pajak sebesar T per unit untuk setiap hasil kerajinan tangan yang dibeli. Agar tidak merugikan produsen yang pada umumn
pengusaha lemah, maka pajak dipungut kepada konsumen.
Benarkah hal itu merugikan produsen? Karena produsen hendak menggunakan teknologi canggih, maka kurva penawaran relatif inelastis.
Semetara karena altematif pilihan cindera mata begitu banyak, maka kurva permintaan relatif elastis.
Pengenaan pajak kepada konsumen menyebabkan kurva perrnintaan bergeser dari Do ke 01' ]umlah pajak yang berhasil dipungut pemerintah seluas bidang segi empat A + C. Temyata sebagian besar beban pajak ditanggung produsen. Permintaan yang elastis membuat konsumen mampu menggeser beban pajaknya ke produsen. ]adi produsen (pengusaha kecil) dirugikan oleh kebijaksanaan pemerintah.

c. Teori Cobweb (Sarang Laba-laba)
Teori Cobweb menjelaskan mengenai harga produk pertanian yang menunjukkan fluktuasi tertentu dari musim ke musim, Penyebab fluktuasi tersebut adalah reaksi yang terlambat (time Zag) dari produsen (petani) terhadap harga.

APAKAH BILA PANEN BERLIMPAH PETANI SELALU BERBAHAGIA?
Petani diidentikkan dengan orang yang berjasa, namun selalu menderita. Jika panen gagal, mereka tidak memiliki penghasilan, tetapi bila panen berhasil, penghasilannya belum tentu makin banyak. Penyebabnya komoditas pertanian, terutama pertanian pangan, memiliki permintaan dan penawaran yang inelastis. Artinya baik elastisitas penawaran maupun elastisitas permintaan (elastisitas harga dan pendapatan) umumnya lebih kecil dari 1.

Elastisitas penawaran yang lebih kecil dari 1 mempunyai makna bila harga naik 10%, maka jumlah yang ditawarkan hanya bertambah lebih kecil dari 10 %. Petani tidak mampu merespon kenaikan harga tersebut, Penyebabnya adalah: 1) kegiatan produksi pertanian rakyat masih sangat tergantung kepada iklim dan kemurahan alam, terutama sumber air, kualitas tanah, dan sinar matahari, 2) teknologi produksi yang digunakan masih sangat sederhana sehingga kuantitas dan kualitas produksi rendah, dan 3) skala usaha yang sangat kecil menyebabkan kegiatan produksi tidak efisien,

Elastisitas pendapatan yang lebih kecil dari 1 mempunyai makna bile pendapatan masya-rakat naik 10 %, maka permintaan terhadap pangan hanya naik kurang dari 10 %. Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak mempunyai dampak yang besar terhadap pertambahan permintaan pangan.

Elastisitas harga yang lebih kecil dari 1 mempunyai makna bila harga turun sebesar 110 %, maka permintaan (jumlah yang diminta) hanya naik kurang dari 10 %. Bila dilihat dari sisi lain (bertambahnya jumlah produksi), akan diperoleh kesimpulan yang cukup mengenaskan. Maksudnya, jika produksi atau panen meningkat sebanyak 10 %, maka agar tambahan produksi dapat terjual habis, harga Jual harus diturunkan lebih besar dari 10%. Dengan demikian justru pada saat panen berlimpah, petani menjadi sangat was-was.
Ternyata pada saat panen berlimpah. pendapatan petani justru menurun.
 

1 komentar:

Armadodi, SE